Foto : Tanah Merdeka
Paham rasisme sebenarnya bukan lagi penemuan yang baru, perbedaan ras membuat kerabat dekat kera besar yang berasal dari ordo primata kelas mamalia vebrata dari kerajaan animalia, selalu memiliki hasrat untuk menguasai materi bahkan ruang dan waktu sehingga dapat menjadi ras yang superior dari ras lainnya. Berdasarkan historiografi hal tersebut sudah terjadi semenjak zaman yunani kuno dan berangsur-angsur hingga sekarang.
Peradaban manusia sudah dimulai dari sebelum sejarah dimulai, bahwasannya bangsa eropa dikenal sebagai bangsa paling cerdas dari pada orang afrika menurut sejarah bangsa eropa menaklukan bangsa-bangsa lainnya dengan menggunakan bedil, pertanyaan yang mungkin sering timbul dikepala saya mengapa ada suatu kelompok mampu menguasai kelompok lain? Apakah karena mereka memiliki banyak barang yang berharga sedangkan yang lain tidak? atau apakah mereka dianugerahi tuhan dengan kapasitas otak yang lebih berfungsi sehingga mereka bisa menguasai, bahkan memperlakukan kelompok lainnya sebagai budak? Kemajuan sebuah masyarakat dimulai dari mereka yang mampu mendomestikasi hewan dan bercocok tanam sehingga tidak perlu lagi untuk berburu dialam liar, hal tersebut sebagai pemicu sebuah kelompok masyarakat yang tidak senggaja mengahancurkan masyarakat lainnya secara asas dengan kemampuan untuk mempengaruhi mencari sumberdaya yang mereka kebutuhan.
Pada saat zaman yunani kuno ada dua filsuf yang memiliki pemikirkan yang sanggat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dunia, Plato dan Aristoteles mengkontribusikan pemikiranya tentang keunggulan ras bangsa Yunani, menurut mereka bangsa Yunani merupakan bangsa yang di anugerahi ketetapan oleh tuhan untuk menguasai bangsa lain dan bangsa lain ditakdirkan untuk tunduk dan diperbudak, mereka membuat lapisan kelas ras, memberi jurang pemisah antara ras superioritas dan inferioritas.
Pemikiran itu tidak lama memrasuki jiwa masyarakat saat itu, anggapan untuk meraih kesuksessan tertinggi adalah dengan cara membumi hanguskan ras lainnya, hal tersebut mendorong Adofl Hitler menghilangkan nyawa orang yahudi, jelas dan nyaring terdengar pada saat itu ketua partai NAZI tersebut tanpa ragu menggembar-gemborkan bahwa ras arya adalah ras yang unggul dari ras lainnya.
Tidak bisa dipungkiri, kesombongan rasial juga kerap terjadi ditanah air indonesia bahkan mirisnya lagi hal tersebut terjadi bukan antar bangsa melainkan memangsa bangsanya sendiri, semboyan bineka tunggal ika itu kerap hanya sebagai simbolis yang bertengger dilambang negara. Semboyan yang singkat padat dan jelas telah ditanamkan sebagai cita-cita bangsa dari sejak presiden soekarno mengemban mandat rakyat kini sepertinya mulai kehilangan eksistensinya atau bisa saja semboyan itu beralalih pada bineka tanpa ika. Bangsa yang bermukimnya berbagai keragaman ini kerap melakukan tindakkan diskriminasi serta stereotip terhadap kaum minoritas, terkhusus yang terjadi pada masyasrakat papua pada akhir-akhir ini, papua yang sebelumnya merupakan Irian Barat itu memiliki sejarah yang panjang, penyatuan dengan Republik Indonesia diawali dengan perselisihan memerangi penjajah Belanda dengan RI yang menempati Irian Barat, dan akhirnya terjadilah perjanjian New York pada 15 agustus 1962 sehingga membuat Irian Barat bersatu dengan RI.
Dua hari setelah kemerdekaan RI yang ke 74 menggerakkan masyarakat papua turun ke jalan, menumpahkan kekecewaannya menuntut agar menghentikan segala bentuk rasialisme terhadap masyarakat papua, jelas sekali pada saat itu Gubenur Papua Lukas Enembe menegasakan dengan lantang bahwa “kami bukan bangsa monyet, kami manusia”. Hal itu terjadi setelah penahanan mashasiswa papua dipulau jawa sehingga membuat reaksi masyarakat sangat terbakar, selain itu juga terjadi kembali rasialisme oleh negara dengan menutup akses jaringan internet yang ada dipapua tanpa dasar hukum yang jelas, namun KOMINFO menjelaskan pemblokiran internet di papua dengan tujuan agar dapat meminimalisir berita hoaks.
Dalam pidato soekarno di PBB sebelum terjadinya gayang Malaysia, soekarno memanfaatkan kesempatan protes dalam keterlibatan barat di wilayah indonesia “saya benci imperialisme saya menantang kolonialisme saya curiga terhadap cara-cara terakhir mereka yang posisinya terpojok itu untuk bertahan kami bertekad. Bangsa kami dan dunia keseluruhan tidak boleh menjadi permainan oleh satu kecil dunia saja”, Soekarno tidak pernah membiarkan indonesia dimasuki oleh kapitalis internasional, mengapa soekarno berbicara seperti itu? Apakah pemblokiran tempo lalu memang hanya serta merta untuk pembatasan berita hoaks? Cobalah sesekali lihat ujung timur sana tambang mineral dan kekayaan lainnya, lihatlah ujung barat sana luas ladang ganjanya namun bentrok aparatnya, dan coba lihat lah seberang utara, borneo, batu bara, minyak dan hutannya tidak ada gunanya begitulah lirik lagu mars sebumi. Setelah orde baru banyak kekayaan indonesia yang identitas pemiliknya bukan lagi milik masyarakat indonesia, kontrak yang begitu panjang membuat kekayaan indonesia tidak lagi berpihak ke masyarakat indonesia. Ketika Irian Barat itu berhasil di rebut dari belanda, soekarno pernah menegaskan “hiduplah dicangkang masing-masing, agar perbedaan ras, agama, budaya lainnya bisa kesampingkan dan kita bisa hidup lebih damai”. Namun kenyataannya sampai saat ini rakyat papua itu masih mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan, seolah-olah meggambarkan Bineka yang rill dan tunggal ika yang fiktif.
Tidak bisa dipungkiri budaya kesombongan rasial tidak terlepas dari kepentingan industri terutama dari industri prodact kecantikkan, yang sengaja mengiklankan bahwa manusia yang berkulit putih tinggi bahkan langsing lebih indah dipandang dari pada yang memiliki kulit hitam, dewasa ini kita juga dengan mudah mengakses dan mengkonsumsi iklan-iklan tersebut, sehingga sesuatu hal yang terus berulang-ulang akan membuat hal tersebut diakui kebenaranya, tidak hanya itu industri perfilman yang masuk kemedia indonesia juga membuat budaya kesombongan rasial semakin menjadikan kita sebagai masyarakat indonesia dengan tanpa sadar mudah untuk terdoktrinisasi.
Komentar
Posting Komentar